PENGAWASAN PARTISIPATIF DALAM PEMILIHAN GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR ACEH DAN BUPATI/WAKIL BUPATI BIREUEN SERENTAK

PENGAWASAN PARTISIPATIF DALAM PEMILIHAN GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR ACEH DAN BUPATI/WAKIL BUPATI BIREUEN SERENTAK
Muhammad Basyir, S.HI., MA
Dosen Ilmu Peradilan IAI Al-Aziziyah
Mantan Panwaslu Bireuen 2013-2014

Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang No 8 Tahun 2015 bahwa : Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kab/Kota, Panwascam, Petugas Pengawas Lapangan dan Pengawas TPS adalah pengawas penyelenggaraan pemilihan. Perkembangan terbaru dalam UU tersebut adanya penambahan jajaran Bawaslu sampai ke TPS-TPS disebutkan Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh Panwas Kecamatan untuk membantu PPL merupakan adanya upaya memperkuat pengawasan ke TPS dalam rangka pemungutan suara benar-benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apalagi fungsi pengawasan diperkuat kembali dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 diberi kewenangan penuh untuk menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan pilkada yang tidak mengandung unsur tindak pidana, baik sengketa antara peserta pemilu dengan KPU maupun peserta pemilu dengan peserta pemilu sampai selesai. Hal yang telah diaplikasikan pada pemilukada serentak I tahun 2015
Diberikan kewenangan tersebut maka Panwaslu harus bisa menyelesaikan pelanggaran atau sengketa yang terjadi dan tidak lagi harus diselesaikan di tingkat provinsi. Ini akan lebih memperpendek proses penyelesaian sengketa pilkada bila bisa diselesaikan di kabupaten/kota dan tidak seperti selama ini yang terjadi – semua diselesaikan di KPU dan Mahkamah Konstitusi. Pekerjaan Panwaslu Kabupaten/Kota dapat menyelesaikan sengketa pilkada yang terjadi sebagaimana diamanatkan UU tersebut.Tentunya ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi Panwaslu kabupaten/kota, mereka harus mampu menyelesaikan sengketa pilkada yang terjadi. Adalah menjadi tugas Bawaslu untuk membekali Panwaslu dengan kemampuan teknis dalam penyelesaian sengketa pilkada.
Di sini sangat dibutuhkan Panwaslu benar-benar mempunyai kredibilitas dan kemampuan menyelesaikan permasalahan yang diamanatkan UU. Harapan masyarakat dan peserta Pemilihan sangat tidak terlepas dari peran Panwaslu. Perihal tersebut juga yang tidak terlepas dari Panwaslu fungsi pencegahan yang dutamakan, jika pencegahan dan pengawas pelanggaran sudah dilakukan sejak awal tahapan. Pencegahan jauh lebih penting dari pada penindakan. Bukan sebaliknya setelah ada masalah baru diambil tindakan.
Perlunya kerja sama  koordinasi dan integrasi yang baik dengan KPU di semua tingkatan dalam melakukan upaya-upaya preventif pengawasan sejak dini. Sejatinya Panwaslu dan KPU di daerah bisa bersinergi dan menjadi mitra bukan sebaliknya satu sama lain menjadi kompetitor dalam melakukan fungsi pencegahan dan pengawasan pelanggaran yang bersifat administratif dan pidana.
Tujuannya untuk menciptakan Peningkatan Pengawasan Penyelenggara Pemilihan yang berintegritas dan kredibel, mendorong partisipasi masyarakat dan media massa dalam pengawasaan penyelenggaraan pemilihan. Dengan metode yang dilakukan terutama preventif, reaktif, proaktif dan prediktif dalam menghasilkan nilai yang objektif. Dalam pelaksanaan pengawasan pilkada serentak II  ini  keberadaan pemantau independen di luar penyelenggara juga sangatl penting. Dengan adanya pemantau independen tentunya semua pelanggaran baik yang dilakukan penyelenggara dan peserta akan bisa terpantau, sekalipun mereka tidak punya kewenangan untuk melakukan penindakan dan penyelesaian sengketa.
Keberadaan lembaga pemantau independen pada pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilihan yang telah diakreditasi oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. dibutuhkan untuk ikut menjaga kualitas penyelenggaraan pilkada. Sudah pasti semakin banyak lembaga pemantau independen yang terlibat, maka penyelenggaraannya akan semakin terawasi yang tentunya akan bisa menggurangi potensi terjadinya pelanggaran dan sengketa pilkada terutama yang dilakukan penyelenggara sendiri dan peserta.
Kehadiran lembaga pemantau independen sedikit banyaknya akan mempengaruhi integritas dan kualitas pilkada itu sendiri. Yang harus dipastikan adalah kehadiran lembaga-lembaga independen tidak boleh mengganggu proses penyelenggaraan pilkada dan harus terdaftar di KPU. Punya struktur kepengurusan, anggota, alamat kantor dan memiliki sumber pendanaan yang jelas.
Tugas lembaga pemantau independen hanya sebatas memantau dan menyampaikan laporan hasil pemantauan penyelenggaraan pilkada kepada penyelenggara pemilihan. Karena, sukses tidaknya dan berkualitas tidaknya pilkada, tidak hanya tergantung pada penyelenggara pilkada, tetapi adanya keterlibatan lembaga pemantau independen.
Di samping adanya lembaga independen, maka gerakan-gerakan pengawasan partisipatif oleh masyarakat juga diharapkan akan muncul dalam pilkada serentak. Sebab dengan makin luasnya skala gerakan pengawasan partisipatif yang dilakukan masyarakat, diyakini akan memunculkan efek pencegahan dini terjadinya pelanggaran dalam pilkada.
Logika sederhananya, makin banyaknya lembaga independen/masyarakat yang terlibat dalam pemantauan dan pengawasan pilkada. Maka siapapun yang berniat ingin berbuat curang sudah pasti akan berpikir ulang. Di samping memang semakin mempertegas bahwa pilkda bukan hanya menjadi gawean penyelenggara pemilu saja tapi juga menjadi gawean masyarakat.
Gerakan partisipatif masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan sejak dini merupakan wujud dari pendidikan dan partisipasi politik. Masyarakat dalam hal ini diajak menjadi bagian dari sukses penyelenggaraan pilkada dan bukan hanya sebagai penonton. Karena hakikat demokrasi lokal adalah bagaimana mendorong partisipasi masyarakat di dalamnya.
Diharapkan KPU/Bawaslu disemua tingkatan bisa menjadi motor penggerak pengawasan partisipatif yang melibatkan lembaga pemantau independen/masyarakat.KPU dan Bawaslu di semua tingkatan sebagai penyelenggara diharapkan mampu mengintegrasikan pengawasan partisipatif yang dilakukan lembaga pemantau independen/masyarakat sehingga satu sama lain bisa bekerja sama dan saling berbagi informasi. Tentunya ini akan sangat membantu KPU/Bawaslu dalam mendukung keberhasilan tugasnya menyelenggarakan pilkada yang lebih berkualitas dan berintegritas.
Penguatan fungsi pengawasan yang dilakukan Bawaslu dan jajarannya sebagai penyelenggara pemilu yang bertugas melakukan pengawasan dalam pilkada bersama dengan lembaga pemantau independen/masyarakat menjadi variabel penting untuk menghasilkan pilkada yang berkualitas dan berintegritas. Sekaligus untuk memperkuat pengawasan yang dilakukan Panwaslih dalam menghindari pelnggaran tertruktur, sistematis dan massif.

Dengan adanya partisipasi semua pemangku kepentingan, maka penguatan pengawasan yang dilakukan Panwaslu akan lebih efektif. Logikanya, bila tahapan-tahapan pilkada tidak terawasi dengan baik, sudah pasti tujuan untuk menghasilkan kepemimpinan berkualitas dan berintegritas di tingkat lokal juga tidak akan tercapai. Semoga pilkada serentak ini akan lebih berkualitas dari pilkada-pilkada sebelumnya. Hal yang selalu luput dari pengawasan terjadi kecurangan yang tersruktur sesuai dengan penjelasan UU No. 10 Tahun 2016 Pasal 135A Ayat (1) Yang dimaksud dengan “terstruktur”adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama. Yang dimaksud dengan “sistematis” adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Yang dimaksud dengan “masif” adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil Pemilihan bukan hanya sebagian-sebagian.
Share this article :
 
Website : Resmi Panwaslu Bireuen
Copyright © 2016. Panwaslih Kabupaten Bireuen - By Abiya
Sekretariat Jln. Medan-Banda Aceh Bireuen Provinsi Aceh
Kode Pos 24211