Ada inisiatif baik yang patut diapresiasi dari Badan Pengawas Pemilu RI, yakni peluncuran Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) 2015 yang diluncurkan Selasa (1/9/2015) lalu. IKP ini positif dalam dua hal. Pertama, menjadi petunjuk awal untuk proses identifikasi sekaligus pemetaan sejumlah kerawanan dan potensi pelanggaran dalam penyelenggaraan pilkada serentak yang akan digelar 9 Desember. Kedua, bisa menjadi sistem peringatan dini bagi semua pihak, baik penyelenggara, kandidat, tim pemenangan, dan masyarakat luas bahwa pilkada selain idealitas proses konsolidasi demokrasi di tingkat daerah, juga ada ancaman kerawanan yang harus diantisipasi sejak dini.
Larry Diamond, dalam bukunya Developing Democracy: Toward Consolidation (.999), mengingatkan kita bahwa konsolidasi demokrasi itu soal bagaimana ldta merawat stabilitas dan daya tahan demokrasi. Pilkada serentak tahun ini memiliki nilai strategis karena menjadi tahap awal proses persiapan pilkada serentak nasional di tahun 2027. Jika pilkada serentak tahun ini gagal atau banyak konflik dan kecurangan mengemuka secara terstruktur, sistematis, dan masif, tentu akan memiliki efek domino buruk pada penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2017, 2018, dan seterusnya. Bagaimana-pun, pilkada serentak pertama kalinya ini akan menyumbang impresi sekaligus kepercayaan publik pada daya tahan demokrasi di level daerah.
Ada lima variabel yang dijadikan acuan IKP, yakni pertama profesionalitas penyelenggara dengan indikator ketersediaan dana, netralitas penyelenggara, kualitas DPT dan kemudahan akses informasi. Kedua, politik uang, indikatornya angka kemiskinan, alokasi bansos, laporan politik uang. Ketiga, akses pengawasan, indikatornya kondisi geografis, fasilitas listrik, fasilitas alat komunikasi dan akses transportasi. Keempat, partisipasi masyarakat dengan salah satu indikatornya adalah pemantau di daerah. Kelima, keamanan daerah yang indikatornya adalah intimidasi ke penyelenggara dan kekerasan dari data selama Pileg dan Pilpres 2014.
Sesungguhnya, IKP ini masih banyak kekurangan. Di level metodologis, masih ada sejumlah variabel fundamental yang belum dimasukan karena alasan kesulitan mencari data, misalnya aspek pencalonan, mobilisasi birokrasi dan masalah komunikasi politik. Padahal, jika kita cermati ketiga variabel tersebut punya potensi menyumbang kerawanan pilkada.
Aspek pencalonan banyak menimbullcan gesekan di internal partai, bahkan juga secara horizontal di masyarakat. Oligarki partai politik dan praktik politik kolusif di beberapa daerah merangsang ketidakpuasan dan menjadi akar konflik.
Belum lagi saat penetapan kandidat oleh KPU, ketidakpuasan kerap kali 'diekpresikan dengan cara-cara kekerasan. Mobilisasi birokrasi juga harusnya diwaspadai. Di Pilkada serentak tahun ini, petahana yang akan bertarung ulang kurang lebih ada 222 kandidat. Mereka harus diawasi ketat, karena sangat rawan menggunakan fasilitas negara dan politisasi birokrasi. Variabel komunikasi juga sudah seharusnya terperhatikan sejak dini. Peran informatif penyelenggara Pemilu, independensi media massa terutama di wilayah, lokal yang bertarung, gaya komunikasi politik elite, dan niat baik serta niat politik warga untuk terlibat dalam politik harmoni.
Yang terpenting bagi Bawaslu setelah peluncuran IKP ini adalah sinergi dengan Bawaslu Provinsi serta Panwas Kabupaten/kota untuk menjadikan IKP ini sebagai langkah antisipatif mencegah konfik. Misanya, untuk IKP dengan variabel politik uang Jawa Barat mendapat poin 3,3 dari skala 1-5. Artinya, Jawa Barat termasuk kategori rawan bersama-sama dengan Sulawesi Tengala(3,5), Kalimantan Utara (3,0) dan Nusa Tenggara Barat (3,0). Sementara untuk IKP profesionalitas penyelenggaraan, Maluku yang dianggap rawan (3,3). Soal Pengawasan yang di anggap rawan adalah Papua (3,0) bersama Kalimantan Utara (3,0). Kerawanan dalam variabel partisipasi masyarakat ada di Kepulauan Riau (4,1) yang berarti sangat rawan. Terakhir, variabel keamanan, Banten salah satu daerah yang masuk kategori rawan (3,5).
Sekali lagi, ini merupakan ikhtiar identifikasi. Faktanya sangat dinamis dan ditentukan banyak faktor dan kondisi situasional. Peringatan dini ini menjadi sumbangan penting untuk mengingatkan semua pihak agar bersama-sama mengantisipasi potensi karawanan yang setiap mengintai banyak daerah.
SUMBER : PIKIRAN RAKYAT, 14 SEPETEMBER 2015